Friday, June 15, 2007

Mutiara Hadist


Sabtu, 16 Juni 2007

‘Irbadz ibnu Sariyyah berkata, “Jika zaman telah muncul dan menyebar api fitnah di sekelilingmu, maka cepat-cepat padamkan ia dengan taqwa”. Karena fitnah tersebut akan melibas semua
“Cepat-cepatlah kalian beramal shalih (sebelum datang) fitnah seperti malam gulita. Seseorang pada saat itu pagi-pagi dalam keadaan beriman dan sore hari menjadi kafir, atau sore hari dalam keadaan beriman namun bangun pagi menjadi kafir.
Dan menjual agamanya dengan harga dunia yang murah.”
(Riwayat Muslim)

Syaikh Al-Utsaimin memberi nasihat agar kaum Muslimin tetap memenuhi seruan taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana saja dan kapan saja. Anjuran taqwa pun selalu disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hampir dalam setiap kesempatan. Dan hendaknya waspada serta berhati-hati terhadap fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Berhati-hatilah terhadap hal-hal yang bisa memalingkan dari agama yang lurus ini, baik berupa harta, keluarga, maupun anak-anak.
“Dan ketahuilah bahwasanya harta-harta kalian, anak-anak kalian, adalah fitnah, dan sesungguhnya di sisi Allah terdapat pahala yang agung.” (Al-Anfaal: 28)
Nasihat di atas menjadi penting. Pasalnya, seringkali manusia tahu fitnah sebagai ujian, namun banyak yang tidak berhati-hati dengannya, bahkan acuh tak acuh. Banyak yang justru cuek terhadap fitnah, bahkan menjerumuskan diri ke dalam fitnah harta, anak-anak, dan keluarga.
Malam Gulita
Berhati-hatilah di zaman yang penuh fitnah ini, terutama terhadap fitnah perkataan. Telah banyak orang-orang menjelek-jelekkan ulama dengan ucapan­nya, misalnya dengan mudahnya mengha­lal­kan yang haram dan mengharamkan yang halal. Juga menghujat kebenaran ­­­ Al-Qur‘an dan As-Sunnah dengan ilmunya yang dangkal. Lisannya banyak mengucap­kan kebatilan, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), dusta, dan kutukan-kutukan.
Takutlah pula akan fitnah amalan. Telah menyebarnya perselisihan, berpe­cah-belah dan bercerai-berai, menjadi saling berkelompok-kelompok dan ma­sing-masing kelompok berbangga diri dengan yang ada pada kelompoknya. Telah akutnya wabah cinta dunia, gila ketenaran, hasad, kezhaliman, dan aneka macam kejahatan.
Seorang Muslim hendaknya mewaspa­dai perkembangan aqidahnya, menjaga diri dari kontaminasi pemikiran-pemi­kiran sesat, dari seruan orang-orang yang menjungkir balikkan Islam dari kemurni­an­nya. Seorang Muslim pun hendaknya mengembalikan urusan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Masih ucapan Utsaimin, kemudian waspadailah di zamanmu, akan kenyataan yang buruk. Karena semua itu bisa memalingkanmu dari agama dan dapat mendatangkan kehancuran bagimu. Sesungguhnya Nabi telah mengabarkan kepada umatnya tentang kenyataan-kenyataan yang bakal terjadi sampai hari kiamat nanti.
Dengan kasih sayangnya, Nabi menga­bar­kan tentang fitnah-fitnah itu, bahwa fitnah itu meliputi segala hal, bagai gelapnya malam kelam. Artinya, sungguh sulit bagi seorang Muslim untuk keluar darinya. Oleh karena itu kita diperintah untuk lekas-lekas beramal shalih, yaitu amal perbuatan yang bersesuaian dengan petunjuk Al-Qur‘an dan As-Sunnah.
Pagi Beriman, Sore Kafir
Dahsyatnya fitnah yang terjadi seakan-akan menjerat siapapun tak terkecuali. Nyaris tiada yang mampu menghindari jeratannya yang membinasakan. Terma­suk memalingkan keimanan menjadi kekafiran.
Di antaranya, yaitu diangkatnya amanah dari pundak-pundak manusia, sehingga hampir tiada didapatkan orang-orang yang betul-betul menunaikan amanah.
Rasulullah bersabda, “Seseorang tidur sejenak sehingga diangkatlah amanah dari hatinya, dan manusia terus malakukan bisnis jual-beli, dan hampir tidak ada di antara mereka yang menunaikan ama­nah.” Maka dikatakan, “Sesungguhnya di tempat Bani Fulan terdapat orang yang amanah dan dikatakan padanya: ‘Alangkah berakal­nya dia, alangkah beruntungnya dia, alangkah kuatnya dia, alang­kah baik­nya dia, padahal di dalam hatinya tidak ada kei­manan walau sebesar biji zar­rah’.” (Muttafaqun ‘alaih)
Benarlah apa yang dikabar­kan Ra­sulullah bahwa telah diambil sifat amanah dari hati manusia. Kita ke­mu­dian me­nyak­si­kan suasana zaman yang banyak orang sudah tidak dapat diper­caya, yang dapat benar-benar dian­dal­kan keju­juran­nya.
Dalam hal kepe­mim­pinan, ia meru­pa­kan amanah yang besar. Rasulullah Saw ber­sabda, “Setiap kalian adalah pemim­pin, dan setiap kalian akan dimintai pertang­gung­jawaban terhadap apa yang digembala­kan­nya.” (Riwayat Bukhari)
Pemimpin yang adil dan shalih merupakan dambaan semua rakyat. Ia figur yang benar-benar paham terhadap hak dan kewajibannya serta paham terhadap apa yang harus dilakukannya dalam membimbing, melayani, dan melindungi masyarakat lemah. Yakni mengantarkan masyarakat untuk meng­ikuti petunjuk kebenaran Islam, hidup aman sentausa, sejahtera, mentauhidkan Allah, dan menjauhi kemusyrikan.
Namun apa faktanya? Masih ada yang menjadikan manusia bak sapi perah, sementara yang lain menjadi lintah darat. Yang ditampakkan hanyalah tauladan cinta materi, kesyirikan diagungkan, dan semakin membuat keimanan masyarakat gonjang-ganjing. Pagi beriman, sore kembali kafir.
Telah benar terang benderang, muncul beraneka fitnah dari berbagai sisi. Banyak munculnya pemimpin-pemimpin sufaha’ (dungu) yang dipilih oleh orang-orang juhala’ (bodoh), banyaknya polisi (yang menandakan semakin banyaknya keja­hatan), jual beli hukum, semakin banyaknya jumlah pasar-pasar sampai di trotoar-trotoar hingga penjual keliling, putusnya silaturahmi dan dijadikannya masjid untuk tempat nyanyian.
Menjual Agama dengan Murah
Ketika zaman sudah mengutamakan sisi materi, budaya hedonisme dan determinisme menjadi sisi pandang hampir semua orang. Kemajuan dan kesuksesan hanya diukur dari sisi perolehan ekonomi, bukan dari agama. Akhirnya, agama tidaklah dinilai sebagai sesuatu yang urgen, kalau perlu dikorban­kan saja demi ekonomi. Agama dijadikan kedok saja. Jika menghalangi kepentingan pribadi, dijual saja. Naudzubillah.
Suatu ketika Hudzaifah bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah apakah setelah kebaikan Islam ini akan muncul kejelekan?”
Nabi menjawab, “Ya.”
Khudzaifah bertanya lagi, “Apakah setelah kebaikan itu akan muncul kejelekan lagi?”
Nabi menjawab, “Ya, dan di dalamnya ada Ad-Dakhn.”
Khudzaifah bertanya lagi, “Apakah Ad-Dakhn itu?”
Kata Nabi, “Suatu kaum yang meng­ambil sunnah bukan dari sunnahku, mengambil petunjuk selain dari petunjuk­ku, kalian mengetahui hal tersebut dari mereka dan kalian mengingkarinya.”
Khudzaifah kembali bertanya, “Lalu, apakah setelah itu akan muncul kejelekan lagi?”
Beliau menjawab, “Ya, (yaitu) ada da’i-da’i yang berdiri di pinggir-pinggir pintu jahannam. Barangsiapa yang menerima ajakan mereka, akan ikut dicampakkan ke dalamnya.”
Lantaran takutnya, Khu­dza­ifah bertanya lagi, “Gambarkanlah ciri-ciri mereka ya Rasulullah!”
Rasulullah menjawab, “Mereka adalah orang-orang seperti kita dan berbicara dengan bahasa kita.” (Riwayat Bukhari)
Agar Terlindung dari Fitnah
Inti dari fitnah (ujian) adalah menguji dan menye­leksi. Siapakah di antara hamba-hamba Allah yang lulus ujian, siapakah di antara mereka yang tetap istiqamah dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Allah berfirman, “(Dia­­lah, Allah) yang men­ciptakan kehidupan dan kematian agar menguji kalian, siapakah di antara kalian yang lebih baik amalannya.” (Al-Mulk: 2)
‘Irbadz ibnu Sariyyah berkata, “Jika zaman telah muncul dan menyebar api fitnah di sekelilingmu, maka cepat-cepat padamkan ia dengan taqwa”. Karena fitnah tersebut akan melibas semua.
Fitnah akan terus ada sampai hari kiamat nanti. Dan dengan kasih sayang­nya, Rasulullah memberikan jalan keluar kepada umatnya agar terhindar dari fitnah. Yaitu sebagaimana yang kita baca setiap saat tahiyat akhir dalam shalat, dengan meminta perlindungan kepada Allah dari empat macam fitnah, yaitu fitnah api neraka jahanam, fitnah siksaan kubur, fitnah kehidupan dunia, dan fitnah kematian.
Mudah-mudahan Allah senantiasa melindungi kita dan segenap kaum Muslimin dari segala macam fitnah, baik yang nampak maupun yang tidak nampak. Dan semoga Dia membukakan bagi kita pintu-pintu kebaikan sehingga kita mengikutinya, serta menunjukkan kepada kita pintu-pintu kejelekan sehingga kita bisa menjauhinya. Amin

Saturday, April 14, 2007

Orientalisme dan Hujatan Terhadap Rasulullah

Di kalangan Yahudi-Kristen, telah umum beredar hinaan atau celaan terhadap Nabi Muhammad. Misalnya penggunaan istilah pseduopropheta (nabi palsu). Johannes dari Damascus Ioannou tou Damaskhenou alias Johannes Damascenus atau John of Damascus (±652-750)] adalah orang yang paling awal menganggap Rasulullah sebagai nabi palsu.



Johannes menyebut Rasulullah sebagai Mamed. Dikutip dalam buku John of Damascus: The Heresy of the Ishmaelites oleh Daniel J Sahas (1972), John atau Johannes berpendapat bahwa Mamed adalah seorang nabi palsu dan secara kebetulan mengetahui isi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru serta berpura-pura pernah bertemu dengan Arius. Setelah itu, Mamed membuat sendiri ajaran sesatnya. Johannes menegaskan Mamed sendiri tidak sadar kalau menerima wahyu karena mendapatkannya ketika sedang tidur.



Tak cukup itu, Johannes juga mengatakan bahwa Mamed bukanlah seorang nabi (alias nabi palsu) karena perilakunya yang tidak bermoral. Mamed, katanya, membolehkan mengawini banyak perempuan dan ia sendiri mengawini istri anak angkatnya sendiri. Ada banyak sebutan untuk Nabi. Umumnya, bernada hujatan. Sebutan seperti; Mamed, Mawmet, Mahound, Mahoun, Mahun, Mahomet, Mahon, Machmet, yang kesemua kata tersebut bermakna setan (devil) dan berhala (idol) telah berkumandang keras khususnya pada zaman pertengahan. Hujatan terhadap Rasulullah terus dilakukan oleh para tokoh terkemuka Kristen.



Pastor Bede (673-735) menganggap Mamed sebagai a wild man of desert (seorang manusia padang pasir yang liar), kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosialnya rendah, bodoh tentang dogma Kristen, tamak kuasa sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim dirinya sebagai seorang rasul (nuntius/apostolus).



Hujatan kepada Rasulullah juga dilakukan oleh para rahib terkemuka Kristen yang lain. Misalnya dilontarkan oleh Pierre Maurice de Montboissier yang juga dikenal sebagai Petrus Venerabilis alias Peter the Venerable (1049-1156), seorang kepala biara Cluny di Perancis.



Dalam buku Popular Attitudes Towards Islam in Medieval Europe, juga dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe (editor Michael Frasseto and Davis R Blanks), Pierre Maurice pernah menegaskan bahwa Mahomet adalah an evil man (orang jahat) dan satan (setan) karena mengajarkan anti-Kristus. Hujatan demi hujatan terus berlanjut. Ricoldus de Monte Crucis alias Ricoldo da Monte Croce (±1243-1320), seorang biarawan Dominikus, menulis beberapa karya yang juga menghujat Islam. Menurut



Ricoldo, yang mengarang Al-Qur`an dan membuat Islam adalah setan. Kata Ricoldo, sebagaimana dikutip Patrick O’Hair Cate dalam Each Other’s Scripture:



“Pengarang bukanlah manusia tetapi setan, yang dengan kejahatannya serta izin Tuhan dengan pertimbangan dosa manusia, telah berhasil untuk memulai karya anti-Kristus. Setan tersebut, ketika melihat iman Kristiani semakin bertambah besar di Timur dan berhala semakin berkurang, dan Heraclius, yang menghancurkan menara menjulang yang dibangun oleh Chosroes dengan emas, perak dan batu-batu permata untuk menyembah berhala-berhala, mengatasi Chosroes pembela berhala. Dan ketika setan melihat palang salib Kristus diangkat oleh Heraclius, dan tidaklah mungkin lagi untuk membela banyak tuhan atau menyangkal Hukum Musa dan Bibel Kristus, yang telah menyebar ke seluruh dunia, setan tersebut merancang sebuah bentuk hukum (agama) yang pertengahan jalan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dalam rangka untuk menipu dunia. Dengan maksud ini ia memilih Muhammad.”



Hujatan Ala Martin Luther



Seolah terpengaruh dengan pemikiran Ricoldo, Martin Luther (1483-1546) berpendapat, “The devil is the ultimate author of the Qur`an (setan adalah pengarang terakhir Al-Qur`an). Pendapat Luther didasarkan kepada penafsirannya terhadap Yohannes 8 (44). Luther berpendapat bahwa setan adalah a liar and murderer (seorang pembohong dan pembunuh). Al-Qur`an mengajarkan kebohongan dan pembunuhan. Oleh sebab itu, yang mengarang Al-Qur`an (Mahomet) dikontrol oleh setan. Luther juga menyatakan, “Jadi ketika jiwa pembohong mengontrol Mahomet, dan setan telah membunuh jiwa-jiwa Mahomet dengan Al-Qur`an dan telah menghancurkan keimanan orang-orang Kristen, setan harus terus mengambil pedang dan mulai membunuh tubuh-tubuh mereka.” (Lihat Martin Luther, On War Against the Turk, penerjemah Charles M Jacobs).



Menurut Luther, Mahomet, Al-Qur`an, dan orang-orang Turki semuanya adalah produksi setan. “Namun sebagaimana Paus yang anti-Kristus, begitu juga orang-orang Turki yang merupakan penjelmaan setan,” ujar Luther. Sebagaimana Ricoldo, Luther menganggap Tuhan orang-orang Turki adalah demon (setan) karena ketika orang-orang Turki berperang, mereka berteriak Allah! Allah! Ini sama halnya dengan tentara-tentara Paus ketika berperang berteriak Ecclesia! Ecclesia! Bagi Luther, teriakan gereja (ecclesia) berasal dari setan. Luther menegaskan, dalam peperangan, sebenarnya Tuhan orang-orang Turki yang lebih banyak bertindak dibanding orang-orang Turki sendiri. Tuhan mereka yang memberi keberanian dan trik, yang mengarahkan pedang dan tangan, kuda dan manusia.



Walhasil, Luther menyimpulkan Mahomet mengajarkan kebohongan, pembunuhan dan tidak menghargai perkawinan. Mahomet bohong karena menolak kematian Yesus dan ketuhanan Yesus sebagaimana yang diajarkan Bibel. Tak hanya menghina, Luther juga memfitnah dengan mengatakan bahwa Mahomet mengajarkan bahwa hukum ditegakkan dengan pedang dan keimanan Kristiani dan pemerintahan Muslim perlu dihancurkan, dan Turki (Muslim) adalah pembunuh. (Lihat Patrick O’Hair Cate, Each Other’s Scripture).



Dalam pandangan Luther, Mahomet membolehkan siapa saja untuk beristri sebanyak yang diinginkan. Menurutnya, merupakan kebiasaan bagi seorang laki-laki Turki untuk memiliki sepuluh atau dua puluh istri dan meninggalkan atau menjual siapa yang dia inginkan. Sehingga wanita-wanita Turki dianggap murah yang tidak ada harganya dan dianggap rendah; mereka dibeli dan dijual seperti binatang ternak. (Martin Luther, On War Against the Turk)



Demikianlah, kecaman, hinaan, dan hujatan terhadap Nabi Muhammad tak hanya datang kali ini, namun telah berlangsung jauh-jauh hari. Dan ternyata, hujatan dan hinaan tersebut telah menjadi bagian dari studi orientalisme. *)


*) Penulis adalah Direktur Eksekutif INSISTS, Saat ini tengah menyelesaikan program doktoralnya di ISTAC, Kuala Lumpur Malaysia. Tulisan ini dimuat di Majalah Hidayatullah edisi Maret 2007